DESKRIPSI NASKAH
KOLEKSI PERPUSTAKAAN MASJID AGUNG SURAKARTA
A. PENDAHULUAN
Sebuah penelitian filologis boleh dibilang berangkat dari sebuah asumsi dasar mengenai karakteristik naskah-naskah lama sebagai heritage yang diduga kuat banyak mengandung buah pikiran, perasaan, tradisi, adat-istiadat, dan budaya yang pernah ada, yang ini yang paling penting dianggap masih relevan dengan kondisi kekinian. Akan tetapi, sekaligus merupakan karakteristik berikutnya nilai-nilai berharga yang tersimpan dalam naskah-naskah tersebut, sayangnya, tertulis dalam alas naskah, semisal kertas, dluwang, daun lontar, atau bambu, dengan tinta di atasnya, yang biasanya akan rusak dimakan usia, sehingga kerusakan fisik naskah sangat mungkin terjadi.
Selain itu, jika melihat tradisi penyalinannya, hampir semua naskah yang kita jumpai bukan merupakan naskah asli yang ditulis langsung oleh pengarangnya (otograf), melainkan hasil salinan yang kadang-kadang dilakukan secara berulang-ulang. Tradisi penurunan naskah seperti inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut sebagai “varian” (teksteks salinan), yang ternyata sangat rentan terhadap terjadinya perubahan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, sehingga tidak jarang teks yang kita jumpai sudah tidak setia lagi, tidak otentik, dan berbeda dari teks aslinya.
Hal-hal inilah yang kemudian menjadi dasar kerja filologi; oleh karenanya seorang filolog, selain bertugas untuk “membersihkan” teks dari bentuk-bentuk korup dan salah, ia juga diharapkan mampu “meluruskan” dan menelusuri otentisitas suatu teks, sehingga apa yang kemudian dibaca oleh khalayak banyak, sesuai dengan, atau paling tidak mendekati teks aslinya.
Kendati demikian, dalam perkembangannya, berbagai variasi dan atau perubahan yang terjadi akibat transmisi naskah tersebut tidak selamanya dipandang sebagai suatu bentuk kesalahan, korup, atau suatu bentuk keteledoran penyalin, melainkan lebih dianggap sebagai bentuk kreasi penyalin, yaitu hasil dari subjektifitasnya sebagai manusia penyambut teks (resipien), yang menghendaki salinannya diterima oleh pembaca sezamannya. Dengan cara pandang yang “lebih santun” ini, variasi dipandang secara positif, dan tujuan penelitiannya pun bergeser dari keharusan menemukan bentuk mula teks, atau yang paling dekat dengannya, menjadi kajian untuk menemukan makna kreasi yang muncul dalam variasi teks.
Dengan berdasar pada asumsi bahwa peneliti sudah memutuskan naskah apa yang akan dijadikan sebagai objek penelitiannya, biasanya, sebuah penelitian filologis harus melalui beberapa tahapan berikut: inventarisasi naskah, pemerian naskah, perbandingan naskah, kritik teks, terjemahan (jika perlu), dan analisis isi.
Berdasarkan uraian di atas, kami selaku peneliti akan mencoba mendeskripsikan naskah koleksi perpustakaan Masjid Agung Surakarta. Yang akan kami deskripsikan meliputi judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, ukuran naskah, ukuran teks, jumlah halaman, jumlah baris dalam satu halaman, panjang garis dalam satu halaman, jenis tulisan, bahasa, bahan naskah, cap kertas (watermark), chain lines and laid lines, jenis tinta, kuras, garis panduan, illuminasi/ilustrasi, sampul nask, jilidan naskah, penanggalan naskah (kolofon), penulis dan penyalin naskah, keadaaan naskah, sejarah naskah (termasuk cara memperolehnya), pemilik naskah, isi ringkas naskah, sumber acuan, kutipan terakhir teks, kutipan pertama teks, dan catatan lain (informasi tentang naskah/ teks sejenis di koleksi lain).
B. PEMBAHASAN
1. Judul Naskah
Tidak semua naskah klasik diberi judul oleh pengarangnya, namun kita sebagai peneliti dapat memberikan judul berdasarkan isi naskah tersebut. Pemberian judul ini harus dilakukan, karena akan mempermudah orang lain yang ingin mengkaji naskah tersebut. Akan tetapi, dalam pemberian judul diharapkan tidak terlalu rumit agar memudahkan orang lain memahaminya.
Pada deskripsi naskah ini, kami selaku peneliti akan mendeskripsikan naskah yang berjudul “Ihya ‘Ulumu ad-Diin” (احيا علوم الدين) jilid 11 (كتاب دم البخل و دم حبّ المال).
2. Nomor Naskah
Naskah ini adalah koleksi perpustakaan Masjid Agung Surakarta, yang memiliki nomor naskah 55.
3. Tempat penyimpanan naskah
Naskah yang tersebar di seluruh Indonesia memiliki tempat penyimpanan yang bermacam-macam, di antaranya adalah di perputakaan umum, perputakaan pribadi, pondok pesantren, masjid-masjid, dan lain sebagainya.
Di antara tempat-tempat penyiimpanan naskah tersebut, naskah yang kami deskripsikan ini tersimpan di perpustakaan Masjid Agung Surakarta.
4. Pengarang naskah
Pengarang naskah ini adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Gazali.
5. Penyalin naskah
Penyalin naskah ini adalah Abdi Dalem Kiai Muhammad Ali atas perintah Kanjeng Susuhunan Pakubuwono ke-X.
6. Pemilik naskah
Pemilik naskah ini adalah Keraton Surakarta yang digunakan dan dikelola oleh Lembaga pendidikan Manba’ al-‘Ulum.
7. Ukuran naskah
Ukuran pada setiap naskah tidaklah sama, setelah melakukan penelitian terhadap naskah ini, maka kami selaku peneliti menyimpulkan bahwa ukuran naskah ini adalah Panjang: 32 cm, Lebar: 21 cm, Tebal: 5 cm.
8. Ukuran teks
Ukuran teks pada setiap naskah tidaklah sama, oleh karena itu kami selaku peneliti akan memberikan penjelasan ukuran teks pada naskah ini. Ukuran teks pada naskah ini adalah Panjang: 25,5 cm, Lebar:13,5 cm.
9. Jumlah halaman
Jumlah halaman pada naskah ini adalah 560 halaman, dengan perincian: 6 halaman kosong, 2 halaman hilang yaitu halaman 16-17.
10. Jumlah baris dalam satu halaman
Jumlah baris dalam satu halaman pada naskah ini adalah baris pada halaman pertama sebanyak 9 baris, dan pada halaman kedua sampai akhir sebanyak 11 baris.
11. Panjang garis dalam satu halaman (bidang yang membingkai teks)
Pada naskah ini tidak terdapat bidang yang membingkai teks di dalam naskah.
12. Jenis tulisan (aksara)
Jenis tulisan yang digunakan dalam penulisan naskah klasik bermacam-macam, di antaranya yaitu: Arab, Melayu, Bali, Bugis, Jawa, dan lain sebagainya.
Pada naskah ini menggunakan dua jenis tulisan, yaitu pada isi teks menggunakan jenis tulisan Arab (aksara Arab), dan pada penjelasan teks (sarh) menggunakan jenis tulisan Pegon (aksara Pegon).
13. Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam penulisan naskah klasik bermacam-macam, di antaranya yaitu: Arab, Melayu, Bali, Bugis, Jawa, dan lain sebagainya.
Pada naskah ini menggunakan dua jenis bahasa, yaitu dari hasil penelitian kami sebagai berikut, pada isi teks menggunakan bahasa Arab, dan pada penjelasan teks (sarh) menggunakan bahasa Jawa Kromo Inggil.
14. Bahan naskah
Bahan yang dipakai dalam penulisan naskah klasik ada dua macam, yaitu di antaranya kertas dluwang dan kertas import (Eropa). Kertas dluwang lebih awet ketimbang kertas eropa (import), mudah dimakan ngengat. Karena kertas import dibuat dari bahan sintetis pakaian, manis.
Dari berbagai macam bahan naskah di atas, maka bahan naskah yang digunakan pada naskah ini adalah kertas Import (Eropa). Ini ditandai dengan kertas pada naskah ini terdapat watermark (cap kertas) dan juga sebagian kertas ini sudah dimakan ngengat.
15. Watermark (cap kertas)
Watermark (cap kertas) yang digunakan pada naskah ini berciri-ciri sebagai berikut, di tengah terdapat gambar mahkota yang dikelilingi oleh ornamen daun dan bunga yang membentuk segi lima dengan ujung bawah meruncing. Dan pada atas ornamen tedapat gambar pohon serta buahnya. (lebih jelas lihat gambar pada lampiran).
16. Jenis tinta
Jenis tinta yang digunakan di dalam penulisan naskah klasik ada dua jenis, yaitu tradisional dan import. Tinta trsadisional misalnya: jelaga, bunga kaktus, bunga kesumba (merah) di madura, di lampung bunga deduruk, buah duwet, buah rendang, ketan hitam. Sedangkan tinta import misalnya: tinta China dan tinta Eropa.
Perbedaan yang signifikan antara kedua jenis tinta itu aalah daya tahan tinta tradisional lebih kuat dan tidak memakan kertas atau menghancurkan kertas, hal ini dikarenakan tinta tradisional terbuat dari bahan alami dan belum tercampur dengan bahan kimia.
Dari kedua jenis tinta di atas, pada naskah ini menggunakan jenis tinta Import, hal ini di tandai dengan tinta tulisan pada teks sudah memudar dan luntur, walau tidak merusak kertas.
17. Chain lines and laid lines
Chain lines dan laid lines pada naskah ini adalah Atas: 3,5 cm, Bawah: 3 cm, kanan: 4,5 cm, kiri: 2,5 cm.
18. Kuras
Kuras atau disebut juga batasan memiliki fungsi di antaranya untuk mengetahui cap kertas, mengetahui jumlah halaman, dan untuk mengetahui berapa halaman yang kosong atau berapa halaman yang hilang.
Setelah kami melakukan penelitian pada naskah ini, maka kami dapatkan jumlah kuras pada naskah ini adalah 28 kuras. Dengan perincian pada setiap kuras terdiri dari 10 lembar atau 20 halaman. Pada naskah ini terdapat 1 lembar atau 2 halaman yang hilang, yaitu pada lembar ke 10 atau halaman ke 16-17.
19. Garis panduan
Dalam naskah klasik tidak ada garis yang dapat digunakan untuk memandu tulisan agar rapi dan lurus seperti yang kita dapatkan pada kertas-kertas zaman sekarang. Namun pada naskah kuno terdapat garis panduan yang mereka buat sendiri, yaitu seperti pricking (ditusuk dengan alat) dan garis yang dibuat dengan tinta atau pensil.
Pada naskah ini terdapat garis panduan berupa pricking (garis yang dibuat dengan cara kertas ditusuk dengan alat), hal ini ditandai dengan bekas tusukan pada kertas yang berupa garis lurus di bawah teks.
20. Illuminasi/ilustrasi
Illuminasi adalah hiasan pada halaman depan suatu naskah. Bentuk bentuk illuminasi dipengaruhi oleh dimana teks itu ditulis. Yang harus diperhatikan dalam illuminasi adalah motif, alat, fungsi, dan makna.
Sedangkan Ilustrasi adalah hiasan dimana saja dalam suatu naskah. Ilustrasi berfungsi untuk menjelaskan teks, menghias halaman, menonjolkan halaman, dan pengisi halaman kosong.
Pada naskah ini tidak kami temukan Illuminasi maupun Ilustrasi.
21. Sampul naskah
Bahan sampul pada setiap naskah tidaklah sama. Bahan sampul ini akan memberikan informasi kapan naskah itu ditulis, oleh karena itu menurut peneliti sangatlah penting di dalam penelitian naskah menjelaskan bahan sampul naskah.
Bahan sampul naskah ini adalah kulit yang berwarna coklat tua. Dalam kondisi baik, di ujung kiri atas sedikit berjamur. (lebih jelas lihat gambar pada lampiran)
22. Jilidan naskah
Pada zaman dahulu belum ada mesin percetakan, oleh karena itu pengarang-pengarang naskah pada zaman dahulu menggunakan cara tradisional untuk menjilid naskah hasil karangan mereka. Cara tradisional ini seperti dijait antara kuras satu dengan yang lainnya. Cara tradisional ini dianggap lebih kuat dari pada cara modern yang menggunakan lem kertas.
Pada naskah ini, jilidannya menggunakan cara traditional yaitu dijait pada setiap kurasnya dan dijadikan satu.
23. Penanggalan naskah (kolofon)
Kolofon atau penaggalan naskah adalah sebuah teks yang ditulis oleh pengarang naskah yang biasanya diletakkan di akhir naskah, di dalamnya berisi tentang hari dan tanggal kapan naskah itu mulai ditulis sampai kapan selesai menulisnya. Namun pada naskah ini tidak terdapat kolofon.
24. Keadaaan naskah
Sebuah naskah yang disebut dengan naskah klasik usianya lebih dari 50 tahun, oleh karena itu keadaan naskah tidak seperti awalnya naskah itu dibuat.
Kondisi naskah ini baik, bisa dibaca walaupun kertas pada naskah sudah ada yang terkena lunturan dari tinta tulisan maupun air. Dan pada sebagian teks berjamur dan lapuk dimakan ngengat.
25. Sejarah naskah (termasuk cara memperolehnya)
Naskah yang berjudul “Ihya ‘Ulumu ad-Diin” (احيا علوم الدين) jilid 11 (كتاب دم البخل و دم حبّ المال) ini disalin oleh Abdi Dalem Kiai Muhammad Ali atas perintah Kanjeng Susuhunan Pakubuwono ke-X, yang kemudian naskah ini dipakai untuk kegiatan belajar mengajar di Lembaga Pendidikan Manba’ al-‘Ulum yaitu pada tahun 1858 H (1927 M), namun sekarng naskah ini sudah tidak digunakan lagi di Lembaga Pendidikan Manba’ al-‘Ulum karena kondisi naskah yang sudah berumur tua sehingga tidak mungkin lagi digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, dan pada saat ini menjadi koleksi Perpustakaan Masjid Agung Surakarta.
26. Kutipan pertama teks
كتاب دم البخل و دم حبّ المال
الحمد لله مستوجب الحمد برزقه المبسوط وكاشف الضرّ القتوط الذى خلف الخلق و وسع الرزق وافضى على العالمين أصنا و ابتلهم فيها بتقليب و ردرهم فيها بين اليسر والغنى والفقر والطمع واليأس والشرفة والبخل والجود والفرح والموجود والاسف على المفقود والإيثار والإنفاق والتوسع والإملاق والتبدير والتقتير والرضاء بالقليل واستحقار الكثير كلّ ذالك ليبلوهم أيّهم أحسن عملا وينظر أيّهم أثر الدنيا على الأخيرة بدلا وابتغير عن الأخيرة عدولا وحولا واتّخذ الدنيا دخيرة وحولا والصلاة على محمد الذى نسح وملالا وطوى بشريعته أديانا وبخلا وعلى اله وأسحابه الذين سلكوا سبيل ربهم ذلك وسلّم كثيرا. أمّا بعد
27. Isi ringkas naskah
Sesuai dengan judul naskah ini yaitu “Ihya ‘Ulumu ad-Diin” (احيا علوم الدين) jilid 11 (كتاب دم البخل و دم حبّ المال), maka naskah ini membahas tentang larangan bakhil (kikir) dan juga larangan mencintai harta dengan berlebihan. Yang dimaksud mencintai harta disini adalah mencintai harta dengan maksud untuk menguasainya sendiri dan tidak sadar bahwa semua itu pemberian dari Allah. Karena semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah, tidak terkecuali harta kita, karena manusia hanya dititipi oleh Allah. Dan di sebagian harta kita itu terdapat hak orang miskin.
Di naskah ini juga diterangkan keutamaan orang yang bersifat dermawan terhadap sesama, dan ancaman terhadap orang yang bakhil (kikir) beserta contoh kehidupan orang yang bakhil.
28. Kutipan terakhir teks
فقد تمّ الكتاب فى دمّ الجاه والريا والله أعلم بالصواب والخطاء أمين أمين ياربّ العالمين.
اللهماغفرلىولواليّ ولمالك صاحب هذا الكتاب ولوالديه ولأجداده ولزوجته ولأولاده لإخوانه ولأخواته المؤمنين ولأقربائه أجمعين الأحياء منهم والأموات اللهم أنفع لى ولمالكى ولمن قرأ هذا الكتاب يوم لاينفع مال ولا بنون إلاّ من أتى الله بقلب سليم بجاه نبيّنا محمد صلى الله عليه وسلّم برحمتك يا أرحم الراحمين.
C. Kesimpulan
Dari deskripsi naskah di atas, maka dapat diambil kesimpulkan sebagai berikut:
DESKRIPSI NASKAH
No PENELITIAN ISI
1 Judul Naskah Buku “Ihya’ Ulumu ad-Diin” ( احيا علوم الدين ) jilid 11(كتاب دم البخل و دم حبّ المال)
2 Nomor Naskah 55
3 Tempat Penyimpanan Naskah Perpustakaan Masjid ِِAgung Surakarta
4 Pengarang naskah Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Gazali
5 Penyalin naskah Abdi Dalem Keraton Kiai Muhammad Ali
6 Pemilik naskah Keraton Surakarta yang digunakan dan dikelola oleh Lembaga pendidikan Manba’ al-‘Ulum.
7 Ukuran Naskah Panjang: 32 cm, Lebar: 21 cm, Tebal: 5 cm
8 Ukuran Teks Panjang:25,5 cm, Lebar: 13 cm
9 Jumlah Halaman 560 halaman, dengan perincian: 6 halaman kosong, 2 halaman hilang yaitu halaman 16-17.
10 Jumlah Baris Baris pada halaman pertama: 9 baris, dan pada halaman kedua sampai akhir: 11 baris
11
Panjang garis Atas: 3,5 cm, Bawah: 3 cm, Kanan: 4.5 cm, Kiri: 2.5 cm
12 Jenis Tulisan (Aksara) Pada isi: aksara Arab, pada penjelasan teks (sarh): aksara Pegon
13 Bahasa Pada isi: bahasa Arah, pada sarh (penjelasan): bahasa Jawa Kromo Inggil
14 Bahan Naskah Kertas Eropa (kertas Import)
15 Watermark (cap kertas) berciri-ciri sebagai berikut, di tengah terdapat gambar mahkota yang dikelilingi oleh ornamen daun dan bunga yang membentuk segi lima dengan ujung bawah meruncing. Dan pada atas ornamen tedapat gambar pohon serta buahnya. (lebih jelas lihat gambar pada lampiran).
16 Jenis tinta Tinta Import
17 Chainline-laid line Atas: 3,5 cm, Bawah: 3 cm, kanan: 4,5 cm, kiri: 2,5 cm.
18 Kuras 28 dan setiap kuras 10 lembar atau 20 halaman. Pada naskah ini terdapat 1 lembar atau 2 halaman yang hilang, yaitu pada lembar ke 10 atau halaman ke 16-17. Dan juga 6 halaman yang kosong.
19 Garis Panduan Garis panduannya model Picking (garis yang dibuat dengan cara kertas ditusuk dengan alat)
20 Illuminasi/ilustrasi Tidak kami temukan Illuminasi/ Ilustrasi
21 Sampul Naskah Kulit berwarna coklat tua
22 Jilidan Naskah Dijait dengan benang pada setiap kurasnya dan dijadikan satu.
23 Penanggalan naskah (kolofon) Tidak kami temukan penanggalan naskah (kolofon)
24 Keadaan Naskah Baik, bisa dibaca walaupun terdapat sedikit lunturan tinta dan lunturan air. Dan juga pada sebagian kertas sudah lapuk dimakan ngengat.
25 Sejarah Naskah Naskah yang berjudul “Ihya ‘Ulumu ad-Diin” (احيا علوم الدين) jilid 11 (كتاب دم البخل و دم حبّ المال) ini disalin oleh Abdi Dalem Kiai Muhammad Ali atas perintah Kanjeng Susuhunan Pakubuwono ke-X, yang kemudian naskah ini dipakai untuk kegiatan belajar mengajar di Lembaga Pendidikan Manba’ al-‘Ulum yaitu pada tahun 1858 H (1927 M), dan pada saat ini naskah ini menjadi koleksi Perpustakaan Masjid Agung Surakarta.
26 Isi Ringkas Naskah
Sesuai dengan judul naskah ini yaitu “Ihya ‘Ulumu ad-Diin” (احيا علوم الدين) jilid 11 (كتاب دم البخل و دم حبّ المال), maka naskah ini berisi tentang larangan bakhil (kikir) dan juga larangan mencintai harta dengan berlebihan. Yang dimaksud mencintai harta disini adalah mencintai harta dengan maksud untuk menguasainya sendiri dan tidak sadar bahwa semua itu pemberian dari Allah. Karena semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah, tidak terkecuali harta kita, karena manusia hanya dititipi oleh Allah. Dan di sebagian harta kita itu terdapat hak orang miskin.
Di naskah ini juga diterangkan keutamaan orang yang bersifat dermawan terhadap sesama, dan ancaman terhadap orang yang bakhil (kikir) beserta contoh kehidupan orang yang bakhil.
27 Kutipan Pertama
كتاب دم البخل و دم حبّ المال
الحمد لله مستوجب الحمد برزقه المبسوط وكاشف الضرّ القتوط الذى خلف الخلق و وسع الرزق وافضى على العالمين أصنا و ابتلهم فيها بتقليب و ردرهم فيها بين اليسر والغنى والفقر والطمع واليأس والشرفة والبخل والجود والفرح والموجود والاسف على المفقود والإيثار والإنفاق والتوسع والإملاق والتبدير والتقتير والرضاء بالقليل واستحقار الكثير كلّ ذالك ليبلوهم أيّهم أحسن عملا وينظر أيّهم أثر الدنيا على الأخيرة بدلا وابتغير عن الأخيرة عدولا وحولا واتّخذ الدنيا دخيرة وحولا والصلاة على محمد الذى نسح وملالا وطوى بشريعته أديانا وبخلا وعلى اله وأسحابه الذين سلكوا سبيل ربهم ذلك وسلّم كثيرا.
أمّا بعد
28 Kutipan Terakhir
فقد تمّ الكتاب فى دمّ الجاه والريا والله أعلم بالصواب والخطاء أمين أمين ياربّ العالمين.
اللهماغفرلىولواليّ ولمالك صاحب هذا الكتاب ولوالديه ولأجداده ولزوجته ولأولاده لإخوانه ولأخواته المؤمنين ولأقربائه أجمعين الأحياء منهم والأموات اللهم أنفع لى ولمالكى ولمن قرأ هذا الكتاب يوم لاينفع مال ولا بنون إلاّ من أتى الله بقلب سليم بجاه نبيّنا محمد صلى الله عليه وسلّم برحمتك يا أرحم الراحمين.
Senin, 24 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar