I. Pendahuluan
Sejarah masuknya agama Islam di pulau Papua dan proses penyebaran awal di tengah-tengah masyarakat Papua memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Artinya, hingga saat ini belum terdapat kesepakatan di kalangan umat Islam di pulau Papua menyangkut kapan waktu pertama kali Islam hadir di pulau Papua, dari mana Islam datang, bagaimana proses penyebarannya. Buku “Sejarah Umat Islam Indonesia” yang disusun oleh tim ahli yang diketuai oleh Taufik Abdullah, ternyata sama sekali tidak menyebutkan nama daerah Irian Jaya (Papua). hal ini menandakan bahwa kajian sejarah Islam di Papua masih diluar jangkauan dan penelitian para ahli sejarah. Untuk itu pada makalah ini akan sedikit di bahas tentang masuknya Islam di pulau Papua.
II. Pembahasan
A. Kedatangan dan Penerimaan Islam
Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli mengenai tiga maslah pokok: tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya karena kurangnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada.
Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sarjanawan lokal maupun asing. Kesan yang timbul penduduk Papua identik dengan pemeluk Kristen, sementara agama Islam bukan sesuatu yang asing bagi orang Papua karena mereka sudah berinteraksi dengan para pedagang Muslim dan Raja-raja Muslim di Maluku sejak abad XV atau abad sebelumnya. Sementara agama Kristen dan Katolik baru disyiarkan ke tanah Papua pada pertengahan abad XIX.
Kedatangan Islam di tanah Papua, juga masih terjadi silang pendapat di antara para pemerhati, peneliti maupun para keturunan Raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni-Manokwari. Di antara mereka saling mengklaim bahwa Islam lebih awal datang ke daerahnya hanya berdasarkan tradisi lisan dan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkeologis.
Penelusuran sejarah awal Islamisasi di Tanah Papua, setidaknya dapat digali dengan melihat beberapa versi mengenai kedatangan Islam di beberapa tempat di tanah Papua. versi-versi mengenai Islamisasi di tanah Papua, setidaknya terdapat 7 versi, yaitu sebagai berikut:
1. Versi Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni-Manokwari. Pada umumnya teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan bukan dibawa dan disebarkan oleh kerajaan Tidore atau pedagang Muslim dan da’i dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun, Islam berasal dari Papua sendiri sejak pulau Papua diciptakan Allah Swt. Mereka juga mengatakan bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri. Tidak hanya Islam, Kristen juga telah terdapat di Papua sebelum agama Kristen disebarkan ke Papua.
2. Versi Aceh
Menurut sejarah lisan dari daerah Kokas, Fakfak bahwa Syekh Abdurrauf yang merupakan putra ke 27 dari Wliyullah Syekh Abdul Qadir Jaelani dari kerajaan Samudera Pasai mengutus Tuan Syekh Iskandar Syah untuk melakukan perjalanan dakwah ke Nuu War (Papua) sekitar abad XIII tepatnya 17 Juli 1224, datang Syekh Iskandar Syah di Mesia atau Mes, kini distrik Kokas kabupaten Fakfak. Orang pertama yang diajarkan Syekh Iskandar Syah bernama Kriskris. Saat itu Syekh Iskandar Syah mengatakan; “jika kamu mau maju, mau aman, mau berkembang, maka kamu harus mengenal Alif Lam Ha (maksudnya Allah) dan Mim Ha Mim Dal (maksudnya Muhammad)”. Singkat cerita Kriskris mengucapkan dua kalimat syahadat. Tiga bulan kemudian, Kriskris diangkat menjadi Imam pertama dan beliau sudah menjadi Raja pertama di Patipi, Fakfak.
3. Versi Arab
Dalam catatan sejarah kerajaan Nuu Iha (sekarang Sirisori) di Ambon bahwa sekitar tahun 1212 M sampai dengan 1215 M terdapat 3 (tiga) orang mujahidin yang datang dari Irak, masing-masing adalah Syekh Abdul Aziz Assegaf Maulana Malik Ibrahim, Syekh Abdul Rahman Assegaf Maulana Saniki Yarimullah, (dua bersaudara) yang memasuki Asia Tenggara. Pada tahun 1215 M mereka tiba di Nusa Iha dan mendirikan sebuah kerajaan Islam yang bernama Ama Iha I, berkedudukan di Louhatt Amalutu sekarang bernama Sirisori Islam di Ambon.
Pada tahun 1230 M, Syekh Abdul Rahman Assegaf Maulana Saniki Yarimullah dengan istrinya Nyai Mara Utah telah memasuki Jazirah Onin, Rumbati-Fakfak. Dan mendirikan kerajaan Islam yang bernama Woni Epapua, dari perkawinannya telah dianugerahi 10 orang anak. Maulana Saniki Yarimullah diberi gelar dengan nama Koning Papua (putra dari kayangan). Akibat perselisihan dalam keluarga, maka pada tahun 1363 lima orang dari mereka memutuskan untuk kembali ke Nusa Iha, sedangkan 5 lainnya menetap di Papua yang kemudian sebagai turunan dari Raja Ampat (kerajaan Misool), Raja Patiran, Poy Waru yang bermarga Patagras, serta Poy Sinna (Raja Kokas yang bermarga Patimura). Namun keturunan dari mereka belum dapat diketahui secara jelas.
4. Versi Jawa
Pada taun 1518 M, Sultan Adipato Muhammad Yunus dengan gelar Pangeran Sebrang Lor anak Raden Patah dari kerajaan Islam Demak mengadakan kerjasama dengan kesultanan Ternate dan Tidore untuk mengirim dai dan mubaligh ke Papua dalam rangka menyiarkan Islam. Para dai dan mubaligh itu dikirim ke wilayah pesisir Barat dan Utara Papua.
5. Versi Banda
Menurut Halwany Microb Islamisasi di Papua, khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda yang diteruskan ke Fakfak melalui Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon. Microb juga mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakukan oleh dua orang mubaligh bernama Salahuddin dan Jainun dari Banda yang sezaman dengan Sultan Tidore sekitar abad XVI, terjadi di pulau Misool yang belum terjangkau oleh Sultan Ternate dan Tidore. Proses pengislaman yang dilakukan antaralain dengan jalan khitanan (sunatan), tetapi dibawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh itu akan dibunuh. Akhirnya keduanya berhasil dalam khitanan tersebut, maka penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
6. Versi Bacan
Kesultanan bacan di masa Sultan Muhammad al-Baqir lewat piagam kasiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar Mamlakatul Mulukiyah atau Moloku Kie Raha (Empat Kerajaan Maluku: Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo) lewat walinya Jafar As-Shodiq (1250 M) melalui keturunannya ke seluruh penjuru negeri menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, Filipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, dan Papua. maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah Kesultanan Bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan-kerajaan kecil di kepulauan Raja Ampat.
7. Versi Tidore dan Ternate
Sebuah catatan sejarah Kesultanan Tidore “Museum Memorial Kesultanan Tidore Sinyine Mallige” menulis pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X) bernama Sangaji Patani Sahmardan Dan Kapitan Waigeo bernama Kapitan Gurabesi memimpin ekspedisi kedaratan Tanah Besar (Papua). Ekspedisi yang terdiri dari satu armada kora-kora berangkat ke Tanah Besar melewati pulau-pulau seperti Patani, Gebe, Waigeo.
Dalam dokumen sejarah tersebut disampaikan bahwa ekspedisi baginda Sultan berangkat dari Rum ibukota Kesultanan Tidore waktu itu, menuju Patani untuk selanjutnya ke Papua. di setiap tempat yang disinggahi, Sultan berkenan mengajarkan agama Islam dan mengangkat pemuda dari penduduk setempat menjadi pemimpin atas kaumnya dan diberi gelar Sangaji Kapita Lau, Gimalaha dan lain-lain.
B. Pola Penyebaran Islam
Antara kedatangan Islam, terbentuknya masyarakat Muslim, lebih-lebih munculnya kerajaan-kerajaan Muslim, mengambil proses waktu berabad-abad. Demikian pula proses tersebut melalui bermacam-macam cara. Secara garis besar proses penyebaran Islam dapat melalui berbagai saluran seperti: perdagangan, perkawinan, birokrasi pemerintahan, pendidikan, tasawuf, cabang-cabang kesenian dan lain-lain.
Pola penyebaran Islam di Tanah Papua, juga melalui beberapa saluran antara lain sebagai berikut:
1. Saluran Perdagangan
2. Saluran Sosial Kultural
3. Saluran Politik
4. Saluran Perkawinan
5. Saluran Pendidikan
C. Timbulnya Kerajaan-Kerajaan (Petuanan) Islam
Taufiq Abdullah menyatakan bahwa terdapat tiga konsep tentang masuknya agama Islam ke suatu daerah, yaitu: (1) datang, yang dinyatakan dengan adanya bekas peninggalan Islam di kawasan yang bersangkutan; (2) berkembang, yang dinyatakan dengan adanya masjid, pusat-pusat pendidikan dan komunitas dan sarana keagamaan lainnya; (3) kekuasaan politik, dengan munculnya kekuasaan kerajaan tersebut.
Dari ketiga konsep di atas, di Tanah Papua pun berdiri kerajaan-kerajaan (petuanan) Islam mini yang di berikan otonomi oleh Kesultanan di Maluku. Kerajaan-kerajaan Islam mini ini terdapat di kepulauan Raja Ampat-Sorong dan Jazirah Bomberay (Fakfak dan Kaimana), yaitu:
1. Kerajaan-kerajaan Islam di Kepulauan Raja Ampat
Kerajaan-kerajaan Islam di Kepulauan Raja Ampat terbagi dalam 4 kerajaan, yaitu: (1) Kerajaan Waigeo dengan pusat pemerintahannya di Weweyai, Pulau Waigeo; (2) Kerajaan Salawati dengan pusatnya di Sailolof, pulau Salawatati Selatan; (3) Kerajaan Misool dengan pusatnya di Lilinta, Pulau Misool; (4) Kerajaan Batanta.
2. Kerajaan-kerajaan Islam di Wilayah Fakfak dan Kaimana
Kerajaan-kerajaan Islam di Kepulauan Raja Ampat terbagi dalam 9 kerajaan, yaitu: (1) Kerajaan Namatota; (2) Kerajaan Komisi; (3) Kerajaan Fatagar; (4) Kerajaan Ati-Ati; (5) Kerajaan Rumbati; (6) Kerajaan Pattipi; (7) Kerajaan Sekar; (8) Kerajaan Wertuar; dan (9) Kerajaan Arguni.
D. Bukti-Bukti Peninggalan
1. Daerah Fakfak dan Kaimana
Di daerah Fakfak dan Kimana terdapat bukti-bukti peninggalan penyebaran Islam, di antaranya ialah: terdapat tiga buah masjid tua, masing-masing Masjid Tunasgain di kampung Tunasgain, distrik Fakfak Timur, Masjid Tubirseram di pulau Tubirseram, dan Masjid Patimburak di kampung Ptimburak. Selain bukti masjid-masjid tersebut, terdapat juga bukti lain yaitu naskah kuno, Manuskrip yang berupa mushaf al-Qur’an yang ditulis di atas kulit kayu dan masih banyak yang lainnya.
2. Daerah Raja Ampat
Di daerah Raja Ampat terdapat bukti-bukti peninggalan penyebaran Islam, di antaranya ialah: Living Monument (masjid-masjid) dan Dead Monument (makam-makam Islam lama).
3. Kepulauan Mansinam Manokwari
Di daerah Manokwari terdapat bukti-bukti peninggalan penyebaran Islam, di antaranya ialah: salinan manuskrip yang aslinya berbahasa Tidore kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
III. Penutup
Potret suasana keagamaan di daerah Papua Barat tersebut menarik, karena di satu sisi agama Islam telah merupakan “agama resmi” bagi kerajaan-kerajaan di kepulauan Raja Ampat, Semenanjung Onin dan di daerah Kowiai (Kaimana). Hal ini ditandai dengan raja dan keluarganya yang telah memeluk agama Islam, serta adanya institusi resmi yang berkaitan pengaturan kehidupan masyarakat. Pengaruh Raja umumnya sangat besar dalam membantu tersebarnya Islam di daerah ini.
Diterimanya Islam sebagai agama dan jalan hidup masyarakat Papua, maka pranata-pranat kehidupan sosial budaya memperoleh warna baru. Keadaan ini terjadi karena penerimaan mereka kepada Islam sebagai agama, tidak terlalu banyak mengubah nilai-nilai, kaidah-kaidah kemasyarakatan dan kebudayaan yang telah adasebelumnya. Apa yang dibawa oleh Islam pada mulanya hanyalah urusan-urusan ‘ubudiyah (ibadah) dan tidak mengubah lembaga-lembaga dalam kehidupan masyarakat yang ada. Islam mengisi sesuatu dari aspek kultural mereka, karena sasaran utama dari pada penyebaran awal Islam hanya tertuju kepada soal iman dan kebenaran tauhid.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufiq. Islam dan Masyarakat. Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1987.
______________. Agama, Etos, dan Perkembangan Masyarakat. Jakarta: LP3ES, 1979.
Abidin, Ahmad Zainal. Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang. Bulan Bintang, 1979.
Al-Haddad, Al-Habib Alwi bin Thahir. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta: Lentera, 2007.
Amrullah, H. Abdul Malik Karim. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Hasan Al-Aidrus, Muhammad. Penyebaran Islam di Asia Tenggara. Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1997.
Herry, Nachrawy. Peranan Ternate Tidore Dalam Pembebasan Irian Barat. Ternate: Yayasan Kie Raha, 2004.
Pijper. Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985.
Rais, Amin. Islam Di Indonesia: Sebuah Ikhtiar Mengaca Diri. Jakarta: CV. Rajawali, 1989.
Syamsu, Muhammad. Ulama Pembawa Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Lentera, 1999.
Wanggai, Toni Victor. Rekonstruksi Umat Islam Di Tanah Papua. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar