I. PENDAHULUAN
Tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab paling penting yang ditulis dalam masalah tafsir al-Qur’an al-‘Azim, paling banyak diterima dan tersebar di tengah umat Islam. Beliau telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyusunnya. Tidak mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat (baik hadits maupun atsar), bahkan hampir seluruh hadits riwayat Imam Ahmad yang terdapat dalam Kitab al-Musnad tercantum dalam kitab ini.
Beliau menggunakan rujukan-rujukan penting lainnya yang sangat banyak, sehingga sangat bermanfaat dalam berbagai disiplin ilmu agama (seperti aqidah, fiqh, dan lain sebagainya). Sangat wajar apabila Imam As-Suyuthi berkata : “ Belum pernah ada kitab tafsir yang semisal dengannya.”
II. PEMBAHASAN
A. Biografi Pengarang
Beliau adalah imam yang mulia Abdul Fida Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Quraisy al-Busharwi yang berasal dari kota Basharah, kemudian menetap di Damascus. Beliau lahir pada tahun 705 H dan wafat pada tahun 774 H. Beliau adalah seorang ulama yang terkenal dalam bidang tafsir, hadits, sejarah, dan fiqh. Beliau mendengar hadits dari ulama-ulama Hidjaz dan mendapat ijazah dari al-Wani serta mendapat asuhan dari ahli ilmu hadits terkenal di Suriah yaitu Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazi mertuanya sendiri. Ayahnya meninggal ketika beliau masih berusia 6 tahun, oleh karena itu sejak tahun 706 H beliau hidup bersama kakaknya di Damascus.
Beliau juga berguru kepada Ibnu Taimiyah dan sangat mencintai gurunya itu. Sebagian ulama menggangap beliau sebagai salah seorang murid Ibnu Taimiyah yang paling setia dan paling gigih mengikuti pandangan gurunya dalam masalah fiqh dan tafsir.
B. Latar Belakang Penulisan
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”(QS. Ali Imran 187)
Dengan firman Allah di atas, maka menurut Ibnu Katsir wajib bagi ulama untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam firman Allah dan tafsirya.
C. Bentuk, Metode dan Coraknya
Tafsir Ibnu Katsir dipandang sebagai salah satu tafsir bi al-ma’tsur yang terbaik, berada hanya setingkat di bawah tafsir Ibnu Jarir at-Thabary. Ibnu Katsir menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hadits-hadits dan atsar-atsar yang disanadkan kepada perawinya, yaitu para sahabat dan tabi’in.
Dalam bidang tafsir, Ibnu Katsir mempunyai metode tersendiri. Menurutnya jika ada yang bertanya: “Apakah metode tafsir yang paling bagus?” maka jawabnya: “Metode yang paling shahih dalam hal ini adalah menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an. Dan perkara-perkara yang global di satu ayat dapat ditemukan rinciannya dalam ayat lain. jika tidak mendapatkannya maka hendaklah mencarinya dalam Sunnah kerena Sunnah adalah penjelas bagi al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.”
Jadi menurut menurut hemat penulis, Ibnu Katsir dalam penafsirannya mempunyai metode sebagai berikut:
1. Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
2. Bila penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an tidak didapatkan, maka al-Qur’an ditafsirkan dengan hadits Nabi.
3. Kalau yang kedua tidak didapatkan maka al-Qur’an harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat, karena mereka orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya ayat dalam al-Qur’an.
4. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat para tabi’in perlu diambil.
Bentuk Penafsirannya
Dari aspek bentuk penafsirannya, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir ini memakai bentuk riwayat (al-ma’tsur). Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim yang banyak menggunakan riwayat-riwayat baik dari para sahabat maupun para tabi’in.
Metode Penafsirannya
Dari empat macam metode penafsiran yang berkembang sepanjang sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, ternyata metode yang digunakan dalam tafsir ini adalah metode analitis (tahlili).
Corak Penafsirannya
Dari beberapa corak penafsiran yang berkembang sepanjang sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, ternyata corak yang digunakan Ibnu Katsir dalam tafsir al-Qur’an al-‘Adzim adalah bercorak umum.
D. Karakteristiknya
Diantara ciri khas tafsir Ibnu Katsir adalah perhatiannya yang besar kepada masalah tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an (menafsirkan ayat dengan ayat). Sepanjang pengetahuan saya, tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadits-hadits marfu’ yang relevan dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa yang menjadi dalil dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan atsar para sahabat, pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Dalam hal ini, Rasyid Ridha berkomentar, “Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari para mufassir salaf, menjelaskan makna-makna ayat dan hukumnya, menjauhi pembahasan masalah I’rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir, menghindar dari pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami al-Qur’an secara umum atau hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.”
Keistimewaan lain dari tafsir Ibnu Katsir adalah daya kritisnya yang tinggi terhadap cerita-cerita Israiliyat yang banyak tersebar dalam kitab-kitab tafsir bil-ma’tsur, baik secara global maupun mendetail.
E. Perbedaan dengan Tafsir At-Thabari
Kitab tafsir at-Thabari yaitu “Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an”, merupakan tafsir paling besar dan utama, menjadi rujukan penting bagi para mufassir bil-ma’tsur. Para ulama sependapat bahwa belum pernah sebuah kitab tafsir pun yang ditulis sepertinya. Sehingga Ibnu Katsir pun banyak menukil darinya. Tidak aneh lagi jika tafsir Ibnu Katsir memiliki sedikit kemiripan dengan tafsir at-Thabari. Namun dari persaman itu memunculkan perbedaan diantara kedua kitab tafsir itu, yaitu diantaranya pada kitab tafsir at-Thabari memaparkan tafsir dengan menyandarkan kepada sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Sehingga pada kitab tafsir at-Thabari terdapat cerita-cerita Israiliyat. Berbeda dengan kitab tafsir Ibnu Katsir, beliau sangat kritis terhadap cerita-cerita Israiliyat.
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Damsyiqi, Abu al-Fida Ismail ibn Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. Beirut: Darul Fikr. 1997
Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, Juz I, Kairo: Dar al-Kutub, 1961
Al-Qatthan, Manna Khalil. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. terj. Mudzakir. Jakarta: Litera Antar Nusa. 1998
Baidan, Nasruddin. Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia. Solo: Tiga Serangkai. 2003
Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir-Tafsir Al-Qur’an Perkenalan dengan Metodologi Tafsir. Bandung: Pustaka. 1987
Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah Al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama R.I. 1984
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar