I. Pendahuluan
Sejarah masuknya agama Islam di Indonesia dan proses penyebaran awal di tengah-tengah masyarakat Indonesia memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Artinya, hingga saat ini belum terdapat kesepakatan di kalangan umat Islam di Indonesia menyangkut kapan waktu pertama kali Islam hadir di Indonesia.
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), dan menghilangkan perbudakan.
II. Pembahasan
A. Teori awal mula Islam masuk ke Indonnesia
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. terdapat tiga teori besar masuknya Islam ke Indonesia, yaitu:
1. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
2. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
3. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Dari keterangan dan bukti sejarah yang ada, teori yang paling banyak disetujui para sejahrawan adalah teori Makkah. Yaitu awal masuknya Islam ke Indonesia adalah pada permulaan abad ke-7, tepatnya pada masa Khulafaur Rasyidin, karena pada zaman Rasulullah sendiri telah banyak sahabat-sahabat yang diutus untuk menyebarkan Islam ke negeri-negeri seberang dan tidak menutup kemungkinan para sahabat berkelana sampai ke negeri timur Indonesia.
Antara kedatangan Islam, terbentuknya masyarakat Muslim, lebih-lebih munculnya kerajaan-kerajaan Muslim, mengambil proses waktu berabad-abad. Demikian pula proses tersebut melalui bermacam-macam cara, yaitu:
1. Perdagangan
2. Sosial Kultural
3. Politik
4. Perkawinan
5. Pendidikan
B. Sebelum Kemerdekaan
Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :
1. Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Di kerajaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.
2. Pada Masa Penjajahan
Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
a. Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
b. Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonje alias Abdul Gafar, seorang Guru Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.
Setelah kedatangan Snouck Hurgronje yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
a. Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
b. Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
c. Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, diantara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan.
3. Pada Masa Kemerdekaan
Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di negeri ini.
Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
C. Sesudah Kemerdekaan
Ada dua tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sesudah kemerdekaan, yakni :
1. Pra Kemerdekaan
Ajaran islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak mungkin dihadapi dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran-pemikiran dan kekuatan organanisasi, seperti :
a. Budi Utomo (1908) - Taman Siswa (1922)
b. Sarikat Islam (1911) - Nahdhatul Ulama (1926)
c. Muhammadiyah (1912) - Partai Nasional Indonesia (1927)
d. Partai Komunis Indonesia (1914)
Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut diatas masih ada organisasi islam lainnya yang berdiri pada masa itu, diantaranya:
a. Jamiat Khair (1905)
b. Persyarikatan Ulama ( 1911)
c. Persatuan Islam (1920)
d. Partai Arab Indonesia (1934)
Organisasi perbaharu terpenting dikalangan organisasi tersebut diatas, adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nadhatul Ulama yang dipelopori oleh K.H Hasyim Asy’ari.
Untuk mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor pembentukan suatu federasi islam yang baru yang disebut Majelis Islan Ala Indonesia (Majelis Islam Tertinggi di Indonesia) yang disingkat MIAI, yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937.
Masa pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang dibentuk oleh pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum muslim di Indonesia, yaitu :
a. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.
b. Masyumi, (Majelis Syura Muslimin Indonesia) menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943, Tujuan didirikannya adalah selain untuk memperkokohkan Persatuan Umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan bantuan kaum muslimin kepada usaha peperangan Jepang.
c. Hizbullah, (Partai Allah atau Angkatan Allah) semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2. Pasca Kemerdekaan
Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan lain lain. Namun ada gerakan-gerakan islam yang muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir Orde Lama. Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan cita-cita negara islam Indonesia.
Gerakan kekerasan yang bernada islam ini terjadi diberbagai daerah di Indonesia diantaranya :
a. Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962
b. Di Jawa Tengah, pada tahun 1965
c. Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965
d. Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963
e. Dan di Aceh, pada tahun 1953 yang berakhir dengan kompromi pada tahun 1957
D. Perwujudan Akulturasi Islam dengan Indonesia
Taufiq Abdullah menyatakan bahwa terdapat tiga konsep tentang masuknya agama Islam ke suatu daerah, yaitu: (1) datang, yang dinyatakan dengan adanya bekas peninggalan Islam di kawasan yang bersangkutan; (2) berkembang, yang dinyatakan dengan adanya masjid, pusat-pusat pendidikan dan komunitas dan sarana keagamaan lainnya; (3) kekuasaan politik, dengan munculnya kekuasaan kerajaan tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masuknya Islam ke Indonesia sangat mempengaruhi kebudayaan Indonesia, bahkan terjadi perpaduan antara budaya Indonesia dan budaya Islam. Diantaranya ialah:
1. Seni Bangunan
Perpaduan antara seni budaya Indonesia dengan budaya Islam pada seni bangunan dapat dilihat dari melalu bangunan masjid, makam, dan bangunan lainnya.
a. Masjid
1) Atap (bagian yang melingkupi ruang bujur sangkar)
Atap bukan berupa kubah, melainkan berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Tingkatan paling atas membentuk limas. Jumlah tumpang selalu ganjil, biasanya 3, tapi ada juga yang lima seperti pada masjid Banten.
2) Menara Mesjid Kudus merupakan sebuah candi Jawa Timur yang telah diubah dan disesuaikan penggunaannya serta diberi atap tumpang. Sedang menara Masjid Banten adalah tambahan yang diusahakan oleh seorang pelarian Belanda bernama Cardeel.
3) Letak Masjid pada umumnya didirikan berdekatan dengan istana. Kalau di sebelah utara dan selatan istana biasanya terdapat sebuah lapangan, yang di Jawa disebut alun-alun, maka masjid didirikan di tepi barat alun-alun.
b. Makam
Kuburan atau makam biasanya diabadikan atau diperkuat dengan bangunan dari batu yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat ini sering juga didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup atau kubah.
Makam tertua di Indonesia adalah makam Fatimah binti Maimun yang lebih terkenal dengan nama putri Suwari dileran (tahun 1082 M), dan makamnya justru diberi cungkup. Makam ini mirip candi. Hal ini membuktikan bahwa pada abad ke-11 M masyarakat masih terikat pada bentuk candi.
2. Aksara dan Seni Rupa
Huruf-huruf Arab yang ditulis dengan sangat indah disebut dengan seni kaligrafi (seni Kath dan Kholt). Seni kaligrafi ini turut serta mewarnai perkembangan seni rupa Islam di Indonesia. Kalimat-kalimat yang ditulis bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadist.
3. Sistem Pemerintahan
Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan pertama yang menganut sistem pemerintahan yang bercorak Islam. Perkembangan ini semakin bertambah pesat setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit dan berdirinya Kerajaan Demak dengan raja pertamanya Raden Patah.
Sejak berdirinya Kerajaan Demak, perkembangan Islam semakin bertambah pesat, seperti Gresik, Tuban, Jepara, Pasuruan, Surabaya, Banten, Cirebon, Jayakarta, Banjarmasin, Makassar, Tidore dan Ternate.
4. Pendidikan
Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendididikan paling tua di Indonesia. Selain itu, dalam pendidikan Islam di Indonesia juga dikenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (dasar), Madrasah Tsanawiyah (lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah).
III. Penutup
Memang banyak hasil kajian teori tentang masuknya Islam dan penyebarannya ke Indonesia, akan tetapi semua itu hanya dapat dibuktikan dengan sejarah. Walaupun tidak dipungkiri bahwa penyebaran tersebut meski akhirnya melemah ketika kedatangan penjajah Belanda. Namun kerajaan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang salah satunya adalah mengupas makna dan semangat jihad telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan Indonesia melawan penjajah.
Muslim Indonesia mengantongi sejarah yang panjang dan benar. Sejarah itu pula yang menjadikan kita saat ini menjadi sebuah negara Muslim terbesar di dunia. Dan tidak dipungkiri lagi bahwa Islam sangat banyak mempengaruhi budaya Indonesia, mulai dari bangunan, tulisan, bahasa, dan sistem pemerintahan.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufiq. Islam dan Masyarakat. Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1987.
______________. Agama, Etos, dan Perkembangan Masyarakat. Jakarta: LP3ES, 1979.
Abidin, Ahmad Zainal. Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang. Bulan Bintang, 1979.
Al-Haddad, Al-Habib Alwi bin Thahir. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta: Lentera, 2007.
Amrullah, H. Abdul Malik Karim. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Hasan Al-Aidrus, Muhammad. Penyebaran Islam di Asia Tenggara. Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1997.
Pijper. Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985.
Rais, Amin. Islam Di Indonesia: Sebuah Ikhtiar Mengaca Diri. Jakarta: CV. Rajawali, 1989.
Syamsu, Muhammad. Ulama Pembawa Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Lentera, 1999.
Wanggai, Toni Victor. Rekonstruksi Umat Islam Di Tanah Papua. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar